BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Ilmu dakwah adalah ilmu yang mempelajari tentang
bagaimana berdakwah atau mensosialisasikan ajaran Islam kepada objek dakwah
(masyarakat) dengan berbagai pendekatan agar nilai-nilai ajaran Islam dapat
direlisasikan dalam kehidupan, dengan tujuan agar mendapat ridha Allah SWT.
Agar tercapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
Secara hakikat islam
merupakan agama yang ramah dan sangat menjunjung tinggi perdamaian bagi segenap
umat manusia.menurut Al-quran ajaran-ajaran
dan pesan-pesan islam hendaknya disebarluaskan dan diperkenalkan kepada umat
manusia melalui aktifitas dakwah yang persuasive dan penuh kelembutan.
Salah satu diantara perangkat ilmu yasng seringkali
dilibatkan dalam merespon berbagai masalah kehidupan manusia adalah ilmu
dakwah. Ilmu dakwah berfungsi memberi dasar-dasar teoritik dan metodologik
keahlian dakwah. bagi muslim dakwah berfungsi sebagai proses peningkatan
kualitas keimanan dalam penerapan ajaran-ajaran agamanya dalam kehidupan di dunia
ini.
Ilmu dakwah juga melingkupi berbagai pembahasan
seperti materi dakwah, subjek dakwah, objek dakwah, metode dakwah, media
dakwah, dan tujuan dakwah. Dan dalam makalah ini akan di jelaskan mengenai
metode keilmuan dakwah.
A.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apakah yang di maksud
dengan metodologi ilmu dakwah?
2.
Apakah yang dimaksud dengan metode survey dakwah ?
3.
Bagaimana metode riset
kecenderungan dakwah ?
4.
Bagaimana pengertian metode
istinbath ?
5.
Bagaimana pengertian
metode iqtibas ?
6.
Bagaimana pengertian metode
istiqra ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian metodologi
keilmuan dakwah
Metodologi berasal
dari bahasa yunani, yang terdiri dari methodos(cara/jalan) dan logos(teori/pengetahuan sistematis). Ia
semula di anggap bagian dari cabang logika, kemudian dewasa ini dikenal sebagai
bagian baru dalam bidang filsafat sistematis. Secara sederhana metodologi dapat
diartikan studi tentang metode pada umumnya, baik metode ilmiah maupun bukan.[1]
Dalam tulisan ini,
metode yang dimaksud adalah yang dipakai untuk arti metode ilmiah ( yang
diistilahkan juga dengan terma manhaj ), yaitu cara kerja untuk dapat
memahami dan menjelaskan obyek yang menjadi kajian ilmu dakwah.[2]
Dalam perkembangannya,
metode ilmu dakwah terdapat dua versi menurut Amrullah Ahmad dan Syukriadi
Sambas. Pertama menurut versi Amrullah Ahmad meliputi:
1.
Survey dakwah
Metode ini tepat untuk menyusun peta dakwah yang
merupakan kebutuhan yang urgen sebelum dakwah dilaksanakan. Peta dakwah menjadi
faktor yang determinatif bagi pemilihan materi, system, metode, da’I serta
kebijakan dan strategi dakwah. Ketepatan pemilihan faktor-faktor ini sangat
ditentukan oleh adanya peta dakwah Islam.
2.
Riset kecenderungan
gerakan dakwah
Dalam metode ini
setelah peneliti melakukan generalisasi atas fakta dakwah masa lalu dan saat
sekarang serta melakukan kritik teori-teori dakwah yang ada, maka peneliti
dakwah menyusun analisis kecenderungan masalah, system, pola pengorganisasian
dan pengelolaan dakwah yang terjadi masa lalu, kini, dan kemungkinan masa yang
akan datang. Dengan riset kecenderungan ini kegiatan dakwah akan dapat tampil
memandu perjalanan umat dalam sejarah global dan selalu dapat memberikan
tanda-tanda jaman yang akan dating sehingga umat melakukan antisipasi yang
lebih dini dan dapat mendesain skenario perubahan. Metode ini sesuai dengan
sifat masalah pencapaian tujuan dakwah yang seolah tanpa tepi.[3]
Merujuk pada
pemikiran Syukriadi Sambas, secara mendasar, metode ilmu dakwah berakar pada al-Nazharah
al-Syumuliah al-Quraniyah (teori besar Qurani, disingkat NSQ), yaitu
pemikiran holistik berdasarkan petunjuk al-Quran.[4]
Acuan utama NSQ
ini adalah Q.S. al-Isra ayat 36:
“dan janganlah
kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati, semuanya akan dimintai
pertanggungjawabannya”.
Model kerja NSQ
ini dapat dirumuskan sebagai proses konseptualisasi realitas dakwah melalui
penggunaan ketajaman potensi indera, akal, dan kalbu dalam menegakab hak dan
keadilan. Dari proses ini melahirkan sejumlah proposisi ilmiah dakwah yang
mewujud dalam sebuah disiplin ilmu dakwah. [5]
Aktualisasi dari
NSQ, yang memadukan berbagai aliran teori pengetahuan itu disebut metode ilmu
dakwah. Metode ilmu dakwah itu secara garis besar meliputi:
1.
Metode (manhaj)
Istinbath
Metode (manhaj)
Istinbath, yaitu proses penalaran (istidlal) dalam memahami dan menjelaskan
hakikat dakwah dari al-Quran dan Hadis yang produknya berupa teori utama ilmu
dakwah. Untuk manhaj ini, ilmu dakwah dapat menggunakan ilmu-ilmu bantu seperti
ushul fiqh, ulumul Quran, ulumul hadis dan ilmu-ilmu bantu lainnya terutama
yang berhubungan langsung dengan kajian teks.
Sebagai model
dalam ilmu dakwah, metode istinbath pada dasarnya berpijak pada apa yang
dikembangkan dalam ilmu fiqh, namun dalam prakteknya harus dilengkapi pula
dengan teori-teori lain yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu keislaman lainnya,
agar lebih tepat dapat digunakan untuk mengembangkan dakwah yang menemukan
sumber rujukan utamanya pada sumber utama ajaran islam yaitu al-Quran dan
hadis.[6]
Contoh unsur-unsur
dakwah umpamanya dapat dirumuskan dengan merujuk pada al-Quran surat an-Nahl
ayat 125. Cara kerjanya: unsur dakwah terdiri dari Da’I diturunkan dari kata ud’u
artinya ajaklah, materi dakwah (pesan dakwah) diturunkan dari kata sabili
rabika (jalan Allah), yaitu islam dengan ajaran pokok al-Quran dan
al-Sunnah. Metode dan media dakwah diturunkan dari kata bi dalam lafadz bilhikmah
“bi” dalam bahasa Arab artinya dengan cara, ini menunjukan metode atau media
yang digunakan. Mad’u diturunkan dari lafad man, menurut ayat ini
manusia ada yang sesat (man dhola ansabilih) salah satunya menolak
dakwah islam. Dan ada orang yang dapat petunjuk (al muhtadun)
indikatornya adalah menerima dakwah.[7]
2.
Metode (manhaj)
Iqtibas
Metode (manhaj)
Iqtibas, yaitu proses penalaran (istidlal) dalam memahami dan menjelaskan
hakikat dakwah atau realitas dakwah atau denotasi dakwah dari Islam actual,
islam empiris, islam historis, atau islam yang secara empiris hidup di
masyarakat. Ilmu-ilmu social dipakai sebagai ilmu bantu dalam penerapan dan
penggunaan manhaj ini. Ilmu-ilmu yang dimaksud antara lain sosiologi,
antropologi, psikologi, ilmu ekonomi, ilmu politik dan lain-lain.[8]
Dalam khazanah
keilmuan dakwah disebut ilmu bantu. Aturannya tidak mengklaim hasilnya menjadi
teori-teori dakwah orisinil akan tetapi menggunakan bahasa yang sangat
demokratis yaitu”prespektif”, contoh meminjam teori komunikasi tentang
efektivitas dalam proses komunikasi ada beberapa hal yang harus diperhatikan: a
Clear understanding of his own purpose (mengetahui dengan jelas tujuan dari
suatu uraian atau perkataan), a mastery of his subject matter (
menguasai pokokatau inti yang disampaikan), Analysis of own audience
(mempunyai analisa tentang audien). Aspek-aspek ini dapat juga diterapkan dalam
proses dakwah efektif, kalau hal ini teruji secara ilmiah maka teori yang
dilahirkannya teori dakwah prespektif komunikasi. Begitu seterusnya dengan ilmu
social lainnya.[9]
3.
Metode (manhaj)
Istiqra
Metode (manhaj)
Istiqra, yaitu proses penalaran (istidlal) dalam memahami dan menjelaskan
hakikat dakwah melalui penelitian kualitatif dan atau kuantitatif dengan
mengacu kepada teori utama dakwah (produk manhaj istinbath) dan teori turunan
dari teori utama dakwah ( produk manhaj iqtibas). Produk manhaj iqtibas disebut
teori menengah, sedangkan produk manhaj istiqra’ disebut teori kecil.[10]
Jika ditelaah
lebih mendalam, ketiga metode tersebut tampaknya hendak mengakomodasi ilmu-ilmu
keIslaman dan ilmu-ilmu social modern. Teori-teori yang disumbangkan oleh
ilmu-ilmu Islam antara lain teori mengenai pola pemahaman dan pemaknaan
teks-teks qauliyah, seperti termuat dalam al-Quran dan Hadis, yaitu yang
berkenaan dengan pemahaman, penggambaran dan pengevaluasian hakikat dakwah,
realitas dakwah atau denotasi dakwah.
Dalam disiplin imu
fikih, pola pemahaman dan pemaknaan itu dibedakan kedalam tiga kelompok utama:
1.
Pola penalaran bayani (thariq
al-istinbath al-bayani), yaitu pola penafsiran nash yang bertumpu pada arti
kata (dilalat) dan kaidah kebahasaan. Dalam pola ini dibahas kapan suatu kata
(lafadz) dianggap ‘am(umum), khas(khusus), wadih(jelas),
mubham||(tidak jelas) dan berbagai persoalan lainnya.
2.
Pola penalaran ta’lili (thariq
al-istinbath al-ta’lili), yaitu pola penafsiran nash yang bertumpu pada
illat. Maksudnya, sesuatu ayat atau teks hadis tidak dipahami hanya berdasar
arti bahasanya saja, tetapi lebih dari itu. Pola ini berusaha mencari illat,
baik secara tekstual tertuang dalam nash atau tidak termaktub didalamnya secara
eksplisit.
3.
Pola penalaran istislahi (thariq
al-istinbath al-istislahi), yaitu pola penafsiran nash yang berusaha
menghimpun berbagai ayat dan teks hadis yang saling berkaitan dan kemudian
darinya ditarik suatu prinsip umum. Prinsip umum ini dideduksikan kepada
kasus-kasus yang tidak bisa diselesaikan melalui nash secara spesifik.
Sebagai model dalam metode ilmu dakwah, metode
al-istinbath pada dasarnya berpijak pada apa yang dekembangkan dalam disiplin
ilmu fikih, namun dalam praktiknya harus dilengkapi pula dengan teori-teori
lain yang dikembangkan dalam ilmu-ilmu keislaman lainnya. Kiranya teori itu
memiliki sumbangan penting dalam perumusan teori-teori utama dakwah. dari
sinilah, ilmuwan dakwah dituntut untuk mengembangkan teori-teori dari ilmu-ilmu
keislaman, agar secara lebih tepat dapat digunakan untuk mengembangkan dakwah
yang menemukan sumber rujukan utamanya pada sumber utama ajaran Islam yaitu
al-Quran dan Hadis.
Adapun manhaj istinbath, iqtibas, dan istiqra, maka
teori-teori yang diakomodasi adalah teori-teori yang dikembangkan oleh
ilmu-ilmu social. Teori-teori tersebut dapat diterima ketika ada persentuhannya
dengan objek formal ilmu dakwah dalam wilayah objek material ilmu dakwah dan
ilmu-ilmu social tersebut.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1.
Metode survey dakwah
bertujuan mengumpulkan data sederhana dalam rangka menguji hubungan-hubungan
variable yang terlebih dahulu di hipotesiskan.
2.
Metode riset kecenderungan
dakwah kajiannya menggunakan metode empiris bergerak dalam wilayah dalam
ayat-ayat kauniyah.
3.
Metode istinbath yaitu
proses penalaran dalam memahami dan menjelaskan hakikat dakwah dalam al-|Quran
dan Hadits.
4.
Metode iqtibas yaitu proses
penalaran dalam memahami dan menjelaskan hakikat dakwah islam yang hidup di
masyarakat.
5.
Metode istiqra yaitu proses
penalaran dalam memahami dan menjelaskan hakikat dakwah melalui penelitian.
DAFTAR
PUSTAKA
Sulton,
Muhammad. 2003. desain ilmu dakwah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Enjang AS, dan
Aliyudin. 2009. dasar-dasar ilmu dakwah. Bandung: Widya Padjadjaran.
Saputra,
Wahidin. 2011. Pengantar ilmu dakwah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Kusnawan, Aep.
2004. Ilmu dakwah (kajian berbagai aspek). Bandun: Pustaka Bani Quraisy.
[1]
Drs. Wahidin Saputra, M.A., pengantar ilmu dakwah, (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2011), hlm.108.
[2]
Muhammad Sulton, desain ilmu dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), hlm105.
[3]
Enjang AS, dan Aliyudin, dasar-dasar ilmu dakwah, (Bandung: Widya
Padjadjaran, 2009), hlm.30-32.
[4]
Muhammad Sulton, desain ilmu dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), hlm.106.
[5]
Aep Kusnawan, ilmu dakwah (kajian berbagai aspek), (Bandung: Pustaka
Bani Quraisy, 2004), hlm.132.
[6]
Muhammad Sulton, desain ilmu dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), hlm.107.
[7]
Enjang AS, dan Aliyudin, dasar-dasar ilmu dakwah, (Bandung: Widya
Padjadjaran, 2009), hlm.33.
[8]
Muhammad Sulton, desain ilmu dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), hlm.107.
[9] Enjang
AS, dan Aliyudin, dasar-dasar ilmu dakwah, (Bandung: Widya Padjadjaran,
2009), hlm.34.
[10]
Muhammad Sulton, desain ilmu dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003), hlm.108.
[11]Drs.
Wahidin Saputra, M.A., pengantar ilmu dakwah, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2011), hlm.110-112.
Comments
Post a Comment